Etika Berjualbeli
Pagi nan ramai di sebuah pasar tradisional...
"Buk, jeruknya berapa?" tanya seorang pembeli.
"Sekilo empat belas ribu, Mbak." jawab penjual.
"Mahal banget, Buk," tawar pembeli, "delapan ribu, ya." tambahnya.
"Ya belum boleh, Mbak. Modal aja belum balik. Mau beli berapa kilo, to Mbak."
"Sekilo aja. Ya, udah sembilan ribu deh."
Tawar- menawar terus berlangsung hingga memakan waktu cukup lama bagi kami untuk mengantre menjadi pembeli berikutnya. Naiknya tawar menawar di kisaran seribuan dan lima ratusan. Terkadang, wajah seram dan bersitegang pun turut menyeringai. Masih juga diselingi nada mengejek, "Jeruknya paling- paling juga kecut. Kalau banyak yang kecut, bakal tak buang, Buk."
Tak cukup sampai di situ, penjual pun masih juga meladeni tawaran sekaligus ejekan itu. "Kalau nggak beli juga nggak papa, Mbak. Masih banyak pembeli lainnya. Cantik- cantik kok pelit."
"Ya udah, Buk, nggak jadi. Saya ke tempat lain aja. Sini mahal." Sembari menggerutu sendiri, sang mantan calon pembeli pun berlalu menuju ke penjual buah yang lain. Begitu pun sang penjual juga sama, menggerutu sembari mengejek pembeli yang nggak jadi beli tersebut.
Ah, kisaran seribu dua ribu perak, menjadikan hati masing- masing ternoda oleh ketidaksabaran diri. Ketidaksabaran dalam mengelola emosi, mengelola lisan, juga mengelola hati.
Akan terasa indah didengar, manakala penjual dan pembeli saling menggunakan hati. Penjual akan menawarkan barang dagangannya dengan jujur, tidak mengejek pembeli -karena bagaimanapun pembeli adalah raja- , sabar menghadapi berbagai karakter pembeli, serta senantiasa menaga lisannya untuk tidak mudah terpancing emosi sehingga mampu untuk berbicara yang sopan.
Begitupun seorang pembeli juga seyogyanya mengedepankan hati dalam berinteraksi dengan penjual. Meskipun pembeli adalah raja, dia juga berhadapan dengan manusia yang juga punya rasa, punya hati. Pembeli yang baik akan mampu mengelola emosinya dengan baik. Dia akan bertutur kata kepada penjual dengan santun, tidak mengejek atau mencela. Baik mencela orangnya atau pun mencela barang dagangannya. Pembeli yang baik juga akan menawar barang sesuai dengan bentuk kepantasan. Bukan karena merasa pembeli adalah raja, lantas menawar barang serendah-rendahnya seperti dibuat mainan. Hal ini bisa saja menghina penjual. Meskipun tawar menawar adalah sah-sah saja dalam berjual beli, tetapi harus mengedepankan hati. Tetap mengutamakan etika berjual beli dengan baik.
Terlebih, jika transaksi jual beli menggunakan teori langit. Teori di mana antara penjual dan pembeli memberlakukan asas sedekah, memberi bonus/ hadiah, dan mengedepankan sikap sopan santun. Allsh pun akan menganugerahkan rizki yang lebih indah dan lebih baik. Aamiin...
#30DWCjilid11day27
Pagi nan ramai di sebuah pasar tradisional...
"Buk, jeruknya berapa?" tanya seorang pembeli.
"Sekilo empat belas ribu, Mbak." jawab penjual.
"Mahal banget, Buk," tawar pembeli, "delapan ribu, ya." tambahnya.
"Ya belum boleh, Mbak. Modal aja belum balik. Mau beli berapa kilo, to Mbak."
"Sekilo aja. Ya, udah sembilan ribu deh."
Tawar- menawar terus berlangsung hingga memakan waktu cukup lama bagi kami untuk mengantre menjadi pembeli berikutnya. Naiknya tawar menawar di kisaran seribuan dan lima ratusan. Terkadang, wajah seram dan bersitegang pun turut menyeringai. Masih juga diselingi nada mengejek, "Jeruknya paling- paling juga kecut. Kalau banyak yang kecut, bakal tak buang, Buk."
Tak cukup sampai di situ, penjual pun masih juga meladeni tawaran sekaligus ejekan itu. "Kalau nggak beli juga nggak papa, Mbak. Masih banyak pembeli lainnya. Cantik- cantik kok pelit."
"Ya udah, Buk, nggak jadi. Saya ke tempat lain aja. Sini mahal." Sembari menggerutu sendiri, sang mantan calon pembeli pun berlalu menuju ke penjual buah yang lain. Begitu pun sang penjual juga sama, menggerutu sembari mengejek pembeli yang nggak jadi beli tersebut.
Ah, kisaran seribu dua ribu perak, menjadikan hati masing- masing ternoda oleh ketidaksabaran diri. Ketidaksabaran dalam mengelola emosi, mengelola lisan, juga mengelola hati.
Akan terasa indah didengar, manakala penjual dan pembeli saling menggunakan hati. Penjual akan menawarkan barang dagangannya dengan jujur, tidak mengejek pembeli -karena bagaimanapun pembeli adalah raja- , sabar menghadapi berbagai karakter pembeli, serta senantiasa menaga lisannya untuk tidak mudah terpancing emosi sehingga mampu untuk berbicara yang sopan.
Begitupun seorang pembeli juga seyogyanya mengedepankan hati dalam berinteraksi dengan penjual. Meskipun pembeli adalah raja, dia juga berhadapan dengan manusia yang juga punya rasa, punya hati. Pembeli yang baik akan mampu mengelola emosinya dengan baik. Dia akan bertutur kata kepada penjual dengan santun, tidak mengejek atau mencela. Baik mencela orangnya atau pun mencela barang dagangannya. Pembeli yang baik juga akan menawar barang sesuai dengan bentuk kepantasan. Bukan karena merasa pembeli adalah raja, lantas menawar barang serendah-rendahnya seperti dibuat mainan. Hal ini bisa saja menghina penjual. Meskipun tawar menawar adalah sah-sah saja dalam berjual beli, tetapi harus mengedepankan hati. Tetap mengutamakan etika berjual beli dengan baik.
Terlebih, jika transaksi jual beli menggunakan teori langit. Teori di mana antara penjual dan pembeli memberlakukan asas sedekah, memberi bonus/ hadiah, dan mengedepankan sikap sopan santun. Allsh pun akan menganugerahkan rizki yang lebih indah dan lebih baik. Aamiin...
#30DWCjilid11day27
0 Komentar untuk "Etika Berjualbeli"