Guru : Mengajar dari Hati Bukan dari Buku

Guru: Mengajar dari Hati Bukan dari Buku

Sore itu, dua orang dokter beda rumah sakit tempat mereka praktik, tanpa sengaja bertemu di sebuah bandara. Pertemuan  mereka kali ini ibarat pertemuan perdana setelah sekian lama berpisah. Mereka adalah teman masa kecil sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar. Sebut saja, nama kedua dokter tersebut adalah Fatih dan Faza. Ya, Dokter Fatih dan Dokter Faza.

Karena baru kali ini mereka bertemu setelah puluhan tahun berpisah - tepatnya sejak kelulusan SD - rasa haru, bahagia, dan senang berkolaborasi menjadi sebuah rasa yang tak terungkapkan. Pelukan, cipika- cipiki, dan berbagai cerita pun mulai mengalir dari keduanya. Ah, nostalgia masa lalu. Serpihan-serpihan kenangan pun mulai muncul di ingatan mereka kembali.

Cerita demi cerita pun mengalir silih berganti, mengenang masa SD kala itu. Hingga sampailah cerita tentang guru mereka. Saat Dokter Faza ditanya tentang guru yang paling berkesan, dia menjawab, "Sampai sekarang aku masih ingat dan berkesan dengan Pak Ahmad. Beliau adalah guru inspiratif buatku. Betapa tidak, saat itu aku kelas 2 SD. Aku terjatuh saat main sepeda di rumah, hingga kaki kiriku patah. Akhirnya untuk beberapa bulan aku tidak bisa berjalan. Alhasil, mau ke mana- mana harus selalu dibantu. Nah, Pak Ahmadlah guru yang sering menggendongku saat di sekolah. Bahkan sampai ke kamar mandi sekolah sekali pun. Tidak hanya itu, beliau selalu menyemangati dan memotivasiku untuk terus mengalahkan rasa sakitku dan terus optimis. MasyaAllah, hal itulah yang membuatku berkesan, hingga menjadikan tekadku semakin kuat untuk menjadi dokter agar bisa membantu orang lain dengan ikhlas seperti Pak Ahmad. Ya, bagiku Pak Ahmad adalah sosok guru inspiratif, yang mengajarnya bukan semata dari buku tetapi lebih dari itu, dengan HATI."

                      ***
Guru mengajar dari hati, bukan dari buku. Kalimat tersebut memiliki nilai rasa yang cukup tinggi. Segala sesuatu yang dilandasi dari hati akan memunculkan nilai- nilai maknawi. Akhirnya, bisa masuk juga sampai ke hati. Istilah kerennya ada "living value" di sini. Bukan sekadar mengajarkan materi yang garing, tapi lebih dari itu, ada nilai lebih berupa esensi materi berikut seperangkat nilai kehidupan. Guru akan menjadi nampak lebih berwibawa dan bijaksana, sementara siswa juga akan merasa "diuwongke". Di sinilah sekolahnya manusia. Memanusiakan manusia. Manusia -yang menurut Allah- adalah sebaik-baik ciptaan. Sesuai Al Quran surat  At Tiin ayat 4;

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik."

Manusia adalah ciptaan Allah yang ahsan, yang terbaik. Oleh karena itu, kita perlu mendekatinya dengan cara yang baik pula. Pun sebagai guru. Guru yang terbaik adalah guru yang mendekati murid- muridnya dengan cara yang terbaik pula. Dari hati, bukan sekadar dari buku. Untuk membentuk karakter siswa cerdas dan berbudi, harus dengan hati. Kecerdasan akal harus disertai dengan kebersihan hati. Guru yang mengajar dari hati, akan lebih dihormati. Selamat berjuang para guru.


#30DWCjilid11day26

Related : Guru : Mengajar dari Hati Bukan dari Buku

0 Komentar untuk "Guru : Mengajar dari Hati Bukan dari Buku"