Hormati Gurumu Wahai Murid
Sore itu, dua orang dokter beda rumah sakit tempat mereka praktik, tanpa sengaja bertemu di sebuah bandara. Pertemuan mereka kali ini ibarat pertemuan perdana setelah sekian lama berpisah. Sebut saja, nama kedua dokter tersebut adalah Fatih dan Faza. Ya, Dokter Fatih dan Dokter Faza.
Karena baru kali ini mereka bertemu setelah puluhan tahun berpisah - tepatnya sejak kelulusan SD - rasa haru, bahagia, dan senang berkolaborasi menjadi sebuah rasa yang tak terungkapkan. Pelukan, cipika- cipiki, dan berbagai cerita pun mulai mengalir dari keduanya. Ah, nostalgia masa lalu.
Cerita demi cerita pun mengalir silih berganti, mengenang masa SD kala itu. Hingga sampailah cerita tentang guru mereka. Saat Dokter Faza ditanya tentang guru yang paling berkesan, dia menjawab, "Sampai sekarang, aku masih ingat dan berkesan dengan Pak Ahmad. Beliau adalah guru inspiratif buatku. Betapa tidak, saat itu aku kelas 2 SD. Aku terjatuh saat main sepeda di rumah, hingga kaki kiriku patah. Akhirnya untuk beberapa bulan aku tidak bisa berjalan. Hingga ke mana- mana selalu dibantu. Nah, Pak Ahmadlah guru yang dengan ikhlasnya sering menggendongku saat di sekolah. Bahkan sampai ke kamar mandi sekolah sekali pun. Tidak hanya itu, beliau selalu menyemangati dan memotivasiku untuk terus mengalahkan rasa sakitku dan terus optimis. MaasyaAllah, hal itulah yang membuatku berkesan, hingga menjadikan tekadku semakin kuat untuk menjadi dokter agar bisa membantu orang lain dengan ikhlas seperti Pak Ahmad. Ya, bagiku Pak Ahmad adalah sosok guru inspiratif, yang mengajarnya bukan semata dari buku tetapi lebih dari itu, dengan HATI. Aku pun berjanji akan terus menghormati para guru yang telah mendidik kita. Aamiin..."
Hormati gurumu wahai para murid
Seperti dalam tembang Jawa "Wajibe Dadi Murid" yang mengingatkan pada kita tentang kewajiban menjadi murid.
"Wajibe dadi murid
Ora kena pijer pamit
Kejaba yen lara, lara tenanan
Ra kena ethok-ethokan
Yen wis mari bali neng pamulangan
Ja nganti mbolos-bolosan
Mundhak dadi bocah bodho
Plonga-plongo kaya kebo"
Lirik di atas adalah lirik tembang Jawa yang sudah nampak jadul karena sejak 35 tahunan yang lalu sudah sering dinyanyikan oleh para orang tua setiap memberi nasihat. Tembang Jawa tersebut mengandung filosofi petuah yang sangat baik dan bijak. Tidak ada salahnya jika tembang tersebut kita viralkan lagi mengingat situasi dan kondisi saat ini. Situasi di mana semakin lama seiring perubahan zaman, murid atau siswa mulai tak menghormati para gurunya. Tidak lagi menyimak pelajaran dengan baik. Setiap kali diingatkan gurunya untuk menyimak atau mendengarkan dengan baik, bukan sikapnya yang berubah tenang justru balik mengancam dan memperlakukan tidak sopan pada guru tersebut. Tak cukup sampai di situ, terkadang orang tua siswa juga ikut terlibat membela anaknya yang bersalah.
Jika hendak menjadi siswa yang baik seyogyanya memiliki sopan santun terhadap gurunya. Jika memang tidak sakit atau tidak ada keperluan penting, sebaiknya tidak mudah memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Seperti nasihat bijak dari tembang Jawa di atas. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tembang di atas bermakna;
Kewajiban Sebagai Murid
Kewajiban sebagai murid
Tidak boleh sering membolos
Kecuali kalau sakit, sakit betulan
Tidak boleh pura-pura
Kalau sudah sembuh kembali sekolah
Jangan sampai membolos
Nanti menjadi anak yang bodoh
Tidak tahu apa-apa seperti kerbau.
Itulah filosofi tembang Jawa yang maknanya begitu dalam.
Jika dulu kita mengenal wejangan dari orang tua, guru itu harus "digugu lan ditiru", sekarang nampaknya mulai memudar. Masih lekat di ingatan, pesan orang tua kita saat mengantar sekolah dengan menyenandungkan nyanyian karya Ibu Sud;
"Oh, ibu dan ayah, selamat pagi
kupergi sekolah sampai kan nanti
selamat belajar nak penuh semangat
rajinlah selalu tentu kau dapat
hormati gurumu sayangi teman
itulah tandanya kau murid budiman."
Pesan itu terus membekas di hati. Setiap kita sampai sekolah lebih dahulu, sementara Pak Guru baru saja datang, kita akan beramai-ramai berucap," Tindak Pak Guru...", atau "Pak Guru sudah datang!", kemudian menyalami beliau dan berebut membawakan tasnya. Oh, kala itu. Begitu hormatnya kita pada guru. Bahkan ketika mau izin ke belakang saja, para siswa akan membungkuk seraya izin dengan sopan dan santun. Betul-betul hormat pada guru. Banyak ilmu yang dimiliki oleh para guru. Kita harus menghormatinya dan mewariskan pada anak cucu kita dengan warisan tata krama, sopan santun, "tepa slira" terhadap sesama, terlebih kepada guru dan orang yang lebih tua.
Bagaimana pun, guru yang baik ibarat ulama, penyampai ilmu. Allah Swt pun menempatkan orang yang berilmu - termasuk guru ada di dalamnya- dengan tempat/ derajat yang lebih tinggi. Seperti dalam firman-Nya, Al Quran surat Al Mujadilah ayat 11;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
"Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya ALLAH AKAN MENINGGIKAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN DI ANTARAMU DAN ORANG-ORANG YANG DIBERI ILMU PENGETAHUAN DENGAN BEBERAPA DERAJAT. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." Jadi, untukmu para murid, hormatilah gurumu! Hormatilah gurumu! Dari mereka kita bisa menulis. Dari mereka kita bisa mengeja kata. Dari mereka, kita bisa mengejawantahkan ilmunya ke dalam dunia kita.
Wallaahu A'lam.
#30DWCjilid11day24
Sore itu, dua orang dokter beda rumah sakit tempat mereka praktik, tanpa sengaja bertemu di sebuah bandara. Pertemuan mereka kali ini ibarat pertemuan perdana setelah sekian lama berpisah. Sebut saja, nama kedua dokter tersebut adalah Fatih dan Faza. Ya, Dokter Fatih dan Dokter Faza.
Karena baru kali ini mereka bertemu setelah puluhan tahun berpisah - tepatnya sejak kelulusan SD - rasa haru, bahagia, dan senang berkolaborasi menjadi sebuah rasa yang tak terungkapkan. Pelukan, cipika- cipiki, dan berbagai cerita pun mulai mengalir dari keduanya. Ah, nostalgia masa lalu.
Cerita demi cerita pun mengalir silih berganti, mengenang masa SD kala itu. Hingga sampailah cerita tentang guru mereka. Saat Dokter Faza ditanya tentang guru yang paling berkesan, dia menjawab, "Sampai sekarang, aku masih ingat dan berkesan dengan Pak Ahmad. Beliau adalah guru inspiratif buatku. Betapa tidak, saat itu aku kelas 2 SD. Aku terjatuh saat main sepeda di rumah, hingga kaki kiriku patah. Akhirnya untuk beberapa bulan aku tidak bisa berjalan. Hingga ke mana- mana selalu dibantu. Nah, Pak Ahmadlah guru yang dengan ikhlasnya sering menggendongku saat di sekolah. Bahkan sampai ke kamar mandi sekolah sekali pun. Tidak hanya itu, beliau selalu menyemangati dan memotivasiku untuk terus mengalahkan rasa sakitku dan terus optimis. MaasyaAllah, hal itulah yang membuatku berkesan, hingga menjadikan tekadku semakin kuat untuk menjadi dokter agar bisa membantu orang lain dengan ikhlas seperti Pak Ahmad. Ya, bagiku Pak Ahmad adalah sosok guru inspiratif, yang mengajarnya bukan semata dari buku tetapi lebih dari itu, dengan HATI. Aku pun berjanji akan terus menghormati para guru yang telah mendidik kita. Aamiin..."
Hormati gurumu wahai para murid
Seperti dalam tembang Jawa "Wajibe Dadi Murid" yang mengingatkan pada kita tentang kewajiban menjadi murid.
"Wajibe dadi murid
Ora kena pijer pamit
Kejaba yen lara, lara tenanan
Ra kena ethok-ethokan
Yen wis mari bali neng pamulangan
Ja nganti mbolos-bolosan
Mundhak dadi bocah bodho
Plonga-plongo kaya kebo"
Lirik di atas adalah lirik tembang Jawa yang sudah nampak jadul karena sejak 35 tahunan yang lalu sudah sering dinyanyikan oleh para orang tua setiap memberi nasihat. Tembang Jawa tersebut mengandung filosofi petuah yang sangat baik dan bijak. Tidak ada salahnya jika tembang tersebut kita viralkan lagi mengingat situasi dan kondisi saat ini. Situasi di mana semakin lama seiring perubahan zaman, murid atau siswa mulai tak menghormati para gurunya. Tidak lagi menyimak pelajaran dengan baik. Setiap kali diingatkan gurunya untuk menyimak atau mendengarkan dengan baik, bukan sikapnya yang berubah tenang justru balik mengancam dan memperlakukan tidak sopan pada guru tersebut. Tak cukup sampai di situ, terkadang orang tua siswa juga ikut terlibat membela anaknya yang bersalah.
Jika hendak menjadi siswa yang baik seyogyanya memiliki sopan santun terhadap gurunya. Jika memang tidak sakit atau tidak ada keperluan penting, sebaiknya tidak mudah memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Seperti nasihat bijak dari tembang Jawa di atas. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tembang di atas bermakna;
Kewajiban Sebagai Murid
Kewajiban sebagai murid
Tidak boleh sering membolos
Kecuali kalau sakit, sakit betulan
Tidak boleh pura-pura
Kalau sudah sembuh kembali sekolah
Jangan sampai membolos
Nanti menjadi anak yang bodoh
Tidak tahu apa-apa seperti kerbau.
Itulah filosofi tembang Jawa yang maknanya begitu dalam.
Jika dulu kita mengenal wejangan dari orang tua, guru itu harus "digugu lan ditiru", sekarang nampaknya mulai memudar. Masih lekat di ingatan, pesan orang tua kita saat mengantar sekolah dengan menyenandungkan nyanyian karya Ibu Sud;
"Oh, ibu dan ayah, selamat pagi
kupergi sekolah sampai kan nanti
selamat belajar nak penuh semangat
rajinlah selalu tentu kau dapat
hormati gurumu sayangi teman
itulah tandanya kau murid budiman."
Pesan itu terus membekas di hati. Setiap kita sampai sekolah lebih dahulu, sementara Pak Guru baru saja datang, kita akan beramai-ramai berucap," Tindak Pak Guru...", atau "Pak Guru sudah datang!", kemudian menyalami beliau dan berebut membawakan tasnya. Oh, kala itu. Begitu hormatnya kita pada guru. Bahkan ketika mau izin ke belakang saja, para siswa akan membungkuk seraya izin dengan sopan dan santun. Betul-betul hormat pada guru. Banyak ilmu yang dimiliki oleh para guru. Kita harus menghormatinya dan mewariskan pada anak cucu kita dengan warisan tata krama, sopan santun, "tepa slira" terhadap sesama, terlebih kepada guru dan orang yang lebih tua.
Bagaimana pun, guru yang baik ibarat ulama, penyampai ilmu. Allah Swt pun menempatkan orang yang berilmu - termasuk guru ada di dalamnya- dengan tempat/ derajat yang lebih tinggi. Seperti dalam firman-Nya, Al Quran surat Al Mujadilah ayat 11;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
"Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya ALLAH AKAN MENINGGIKAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN DI ANTARAMU DAN ORANG-ORANG YANG DIBERI ILMU PENGETAHUAN DENGAN BEBERAPA DERAJAT. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." Jadi, untukmu para murid, hormatilah gurumu! Hormatilah gurumu! Dari mereka kita bisa menulis. Dari mereka kita bisa mengeja kata. Dari mereka, kita bisa mengejawantahkan ilmunya ke dalam dunia kita.
Wallaahu A'lam.
#30DWCjilid11day24
0 Komentar untuk "Hormati gurumu wahai murid"