Saat Menemani Ananda Belajar


Pagi hari, beberapa menit sebelum waktu yang disepakati untuk berangkat sekolah...

" Umi, ajari lagi lagu "Bapak Pocung", dong."
"Lho, tadi malem, kan sudah, kak."
"Udah lupa, Mi. Sulit banget nadanya. Nanti kalo pas ulangan praktik nembang, aku nggak bisa nadanya gimana, Mi?"
(Umi yang masih di kamar mandi pun tak bisa berbuat apa-apa)

"Umi lagi di kamar mandi, Kak. Mosok, harus nembang. Minta tolong sama abi dulu ya."

"Abi, tolong ajarin lagu bapak pocung."
(Sang abi pun dengan pedenya nembang lagu jowo, yang ternyata sama sekali bukan lagu macapat pocung. )
Tak ayal, si kakak pun refleks berjingkat, plus tertawa lepas, sambil bilang ke abinya," Bukan itu, bi. Pocung itu bukan kayak gitu." (Daan..tertawalah seisi rumah).
Oow...abi ketahuan...

Abi yang tak mau kalah, bilang ke kakak,"Serahkan aja ke ahlinya. Umi, kan, pernah ngajar bahasa Jawa." (Ye...abi berlindung diri, ya.)

Memang, "dhalang ki ora kurang lakon." Hihihi...
Emak yang keluar kamar mandi, diminta nembang oleh abi dan si kakak. Terus direkam, deh. Alhasil, bismillah, sepanjang perjalanan berangkat sekolah yang - notabene jarak tempuhnya kira kira 20 km-, mereka menikmati suara emas sindhen dadakan emaknya.
Moga sampai sekolah nggak lupa lagi, yo, Nduk.

          ***
Pernahkah mengalami hal yang sama?
Tepatnya, saat menemani ananda tercinta kita belajar.

Kondisi seperti itu sejatinya menjadi sebuah momentum untuk semakin merekatkan hubungan keluarga. Anak belajar, orang tua ikut belajar. Ya. Sejatinya, saat  mendampingi anak belajar maupun mengerjakan tugas PR, orang tua pun secara tidak sengaja turut menimba ilmu darinya.

Ada banyak ilmu yang semakin berkembang dibandingkan zaman kita sekolah dulu. Tujuannya, supaya para orang tua juga tidak ketinggalan zaman. Bahasa kerennya, "up to date". Di samping itu, saat mendampingi anak belajar maupun mengerjakan PR, ada materi-materi tertentu yang kita sudah lupa.

Mendampingi anak pun bisa menjadi sebuah momentum memacu adrenalin titik kesabaran kita. Betapa tidak. Di saat, barangkali ananda tercinta kita ternyata betul-betul belum paham materi yang telah kita ajarkan berulang-ulang, ada titik-titik konflik menuju ke klimaks antara orang tua dengan anak.
Mungkin dengan mencubit mereka, mencaci mereka, membandingkan mereka, atau -maaf- melabeli ananda kita yang cerdas dengan sebutan anak bodoh dan susah diajari. Naudzubillah...
Yang terjadi, orang tua semakin naik pitam atas ketidakpahaman anaknya. Ananda pun menjadi menyerah "mutung" dan malas melanjutkan belajarnya. Bisa jadi, anak justru akan semakin menjauh dari orang tuanya, sehingga tidak mau lagi ditemani belajar oleh orang tuanya. Lebih parahnya lagi, jika anak  menyembunyikan nilai ulangannya yang belum bagus. Khawatir kalau ketahuan orang tuanya bakal dimarahi dan terus diforsir untuk belajar.
Tentunya, kita tidak berharap yang demikian, bukan?

Semua itu butuh kesabaran. Manajemen emosi kita pun dipertaruhkan. Tetap sabar dengan kebelumpahaman ananda kita, atau justru mengutamakan ego diri untuk memunculkan amarah kita.
Sekali lagi, saat seperti ini, peran kita sebagai orang tua diuji.
Saat mendampingi ananda kita belajar maupun menyelesaikan tugas rumah, yang pertama kali perlu kita persiapkan adalah "kesabaran". Artinya, kita perlu punya stok sabar yang banyak. Kata orang Jawa,"Kulakan sabar sing akeh".

Menemani anak belajar, juga jadi momentum penting bagi kita untuk terus menggali ilmu. Saat kita tidak paham, kita juga akan berusaha mencari jawabannya, dengan tidak membohongi ananda. Jawab saja," Umi, tidak tahu jawabannya, Kak. Yuk, kita cari jawabannya bersama sama." (Entah mengandalkan mbah google , ataupun baca buku bersama-sama)
Rumah kita pun, jadi rumah literasi.

Adakalanya, saat menemani ananda belajar, mereka justru lebih pintar dari kita. Kita pun tak perlu gengsi untuk menanyakan perihal apa, mengapa, dan bagaimana kok jawabannya bisa seperti itu. Tentunya, dengan kemasan bahasa yang cukup manis, tanpa merendahkan martabat kita sebagai orang tuanya. Biarkan mereka mengeksplor jawabannya dengan bahasanya. Justru hal ini akan memperkaya kosa kata dan imajinasinya.

Jadi, katakan, siap..., untuk mendampingi ananda tercinta kita belajar dan menggali ilmu.

#belajarjadiumi yang dekat dengan anak
#30DWCjilid11 day3

Related : Saat Menemani Ananda Belajar

0 Komentar untuk "Saat Menemani Ananda Belajar"