Tipe "Merasa"
Dalam sebuah koordinasi pembentukan panitia suatu acara...
Pimpinan rapat : "Oke, deal ya. Mbak Sarah jadi
sekretaris 1."
Sarah : "InsyaaAllah siap!"
Pimpinan rapat : "Berikutnya Mbak Ana, seperti usulan
temen-temen siap jadi bendahara,
ya?"
Ana : "Siap, tapi saya tetep butuh
didampingi bendahara 2."
Pimpinan rapat : "Siip...dan, Mbak Ari sie acara, oke?"
Ari : "Maaf, jangan saya, ya. Saya ini apa,
hanya butiran debu halus yang nggak
berarti. Yang lain aja."
***
"Saya ini apa, sih, hanya butiran debu halus yang nggak berarti." Kalimat tersebut kadang kita jumpai di sekitar kita. Entah saat rapat, saat ngobrol, atau mungkin saat bermedsos. Merasa dirinya seperti butiran halus yang tak berarti apa-apa. Atau lebih ekstrim, kalimat tersebut muncul karena perasaan tidak bisa apa-apa, tidak berguna, tidak bisa membantu, atau mungkin rasa minder yang diunggulkan. Padahal sebenarnya dia mampu.
Penggunaan ungkapan "hanya butiran debu yang tak berarti" yang disampaikan dalam konteks ke-diri-an secara amanah, justru akan memperlemah diri. Akan lebih meng-eksplor bahwa betapa dia memang tidak ada apa-apanya. Tipe "merasa" seperti ini justru akan semakin menjatuhkan diri sendiri, menimbulkan energi negatif dalam diri. Semakin lama dan sering ungkapan ini dilontarkan, akan semakin memupuk dampak ketidakberdayaan. Sebenarnya bisa tapi "dibuat" tidak bisa.
Ketika memang betul -betul kita merasa tidak bisa, mengapa tidak kita coba terlebih dahulu. "Bismilah, saya mau mencoba menjalaninya. Mohon dukungan dan doanya teman-teman." Kalimat ini secara tidak langsung, memasukkan energi positif ke dalam diri. Niatan dengan mengatakan "bismillah, saya akan coba" atau "bismillah, saya bisa", itu sudah separuh perjalanan menuju bisa. Wallaahu a'lam.
#30DWCjilid11day20
Dalam sebuah koordinasi pembentukan panitia suatu acara...
Pimpinan rapat : "Oke, deal ya. Mbak Sarah jadi
sekretaris 1."
Sarah : "InsyaaAllah siap!"
Pimpinan rapat : "Berikutnya Mbak Ana, seperti usulan
temen-temen siap jadi bendahara,
ya?"
Ana : "Siap, tapi saya tetep butuh
didampingi bendahara 2."
Pimpinan rapat : "Siip...dan, Mbak Ari sie acara, oke?"
Ari : "Maaf, jangan saya, ya. Saya ini apa,
hanya butiran debu halus yang nggak
berarti. Yang lain aja."
***
"Saya ini apa, sih, hanya butiran debu halus yang nggak berarti." Kalimat tersebut kadang kita jumpai di sekitar kita. Entah saat rapat, saat ngobrol, atau mungkin saat bermedsos. Merasa dirinya seperti butiran halus yang tak berarti apa-apa. Atau lebih ekstrim, kalimat tersebut muncul karena perasaan tidak bisa apa-apa, tidak berguna, tidak bisa membantu, atau mungkin rasa minder yang diunggulkan. Padahal sebenarnya dia mampu.
Penggunaan ungkapan "hanya butiran debu yang tak berarti" yang disampaikan dalam konteks ke-diri-an secara amanah, justru akan memperlemah diri. Akan lebih meng-eksplor bahwa betapa dia memang tidak ada apa-apanya. Tipe "merasa" seperti ini justru akan semakin menjatuhkan diri sendiri, menimbulkan energi negatif dalam diri. Semakin lama dan sering ungkapan ini dilontarkan, akan semakin memupuk dampak ketidakberdayaan. Sebenarnya bisa tapi "dibuat" tidak bisa.
Ketika memang betul -betul kita merasa tidak bisa, mengapa tidak kita coba terlebih dahulu. "Bismilah, saya mau mencoba menjalaninya. Mohon dukungan dan doanya teman-teman." Kalimat ini secara tidak langsung, memasukkan energi positif ke dalam diri. Niatan dengan mengatakan "bismillah, saya akan coba" atau "bismillah, saya bisa", itu sudah separuh perjalanan menuju bisa. Wallaahu a'lam.
#30DWCjilid11day20
0 Komentar untuk "Tipe "Merasa""