Perempuan Perempuan Perkasa

(10 September 2017) 
"Umi, besok abi berangkat jam setengah empat, lho. Abi kan harus ngisi taushiah subuh berjamaah di masjid yg agak jauh, padahal kita punya tugas njemput Kak Fafa yang lagi mabit di sekolah. Jemput jam lima pagi. Berarti harus berangkat jam empat seperempat ato setengah lima. Gimana, mi?"
"It's no problem, Bi. Abi berangkat ngisi, umi berangkat njemput."
"Serius? Umi berani jam segitu berangkat sendiri?"
"ATAS RESTU ABI. Bismillah, umi berani. Anak-anak?? Cari jalan keluar, pasti beres. Ada embah. Ada tetangga. Semua baik hati. If there is a will, there is a way."
---------
Sepanjang jalan, sepi. Terlihat satu...dua...tiga...empat...eh, bukan. Ada lima. Ya. Saya hitung, ada lima. Saya berpapasan dengan lima ibu pedagang sayur dari pasar. MaasyaaAllah, bisa dibayangkan, pukul berapa tadi berangkat. Saat pagi buta? Dini hari? Pukul dua kah?? Sekarang saja sudah perjalanan pulang dari pasar dengan sayur dan keperluan dapur telah memenuhi keranjang mereka.
Ada yang bersepeda ontel, ada yang naik motor. Lebih amazing lagi, ada embah- embah yang dengan lembutnya mengayuh sepeda tua miliknya.
Ah..., ternyata...emak yang satu ini belum ada apa- apanya dibanding mereka. Mereka perempuan -perempuan perkasa.
Jadi perempuan, jangan cengeng. Menangis boleh, tapi tidak cengeng.
Jadi perempuan jangan terlalu lembut. Manja boleh, tapi jangan bergantung.
Betul...jadi ingat puisinya bapak Sapardi Djoko Damono. "Perempuan perempuan Perkasa."
Apresiasi penuh buat kalian, buat kita; Perempuan Perempuan Perkasa.

Related : Perempuan Perempuan Perkasa

0 Komentar untuk "Perempuan Perempuan Perkasa"